Vol. 9 No. 1 (2021): Perubahan Sosial dan Ekspresi Seni
EDITORIAL
Perkembangan Seni Rupa tak dapat dipisahkan dari dinamika dan perubahan sosial, politik, ekonomi, ilmu pengetahuan, dan agama yang tengah terjadi pada satu bangsa. Begitupula yang terjadi pada bangsa Indonesia, terdapat “simpul-simpul” dalam memaknai seni rupa Indonesia yang dikaitkan dengan berbagai peristiwa penting baik yang terjadi sebelum dan sesudah kemerdekaan.
Pada edisi ini, JSRW mencoba menampilkan beberapa tulisan yang terinspirasi dari berbagai dinamika dan perubahan sosial dalam konteks penciptaan karya seni. Dinamika dan Perubahan sosial merupakan hal yang tak terpisahkan, karena terjadi akibat adanya interaksi dan hubungan antara individu dan kelompok individu dalam satu masyarakat yang berdampak terhadap perubahan, seperti pergeseran nilai-nilai, norma, aturan, perilaku organisasi, struktur kelembagaan, hingga kekuasaan dan perubahan sosial lainnya. Perubahan sosial dapat bersifat positif jika terjadi peningkatan kualitas dari berbagai aspek. Namun demikian, tak jarang pula perubahan sosial justru bersifat negatif, dalam bentuk kemunduran peradaban, hingga berujung pada kehancuran. Mekanisme perubahan sosial dapat dilihat dari dua hal, yaitu perubahan sosial yang disengaja atau dikehendaki atau direncanakan (planned change) dan ada juga perubahan yang tidak dikehendaki atau tidak direncanakan atau tidak di sengaja (unplaned change ).
Salah satu contoh dari planned change, diwakilkan melalui dua artikel yaitu (1) “Pengaruh Pembentukkan Ruang Publik Bernuansa Agama pada Alih Fungsi Gedung Bouwploeg Menteng” oleh Anindyo Widito. Gedung Bouwploeg Menteng atau yang saat ini dikenal sebagai Masjid Cut Meutia. Gedung peninggalan kolonial Belanda, dalam sejarahnya Gedung ini beberapa kali mengalami perubahan fungsi dimana peran kelompok individu memegang peranan penting, antara lain kelompok pengajian Menteng dan Yonif Yos Sudarso, (2) “Identitas dan Material Culture Kelas Pekerja pada Situs De Tjolomadoe”, oleh Ade Ariyani Sari Fajarwati dan Yuke Ardhiati. Situs De Tjolomadoe merupakan konservasi untuk menjaga kelestarian bekas pabrik gula Colomadu dan telah berubah fungsi menjadi pusat pariwisata. Sementara Peran kelompok individu dalam Keberlangsungan dalam “Praktik Budaya yaitu Pasar Malam Komidi Puter di Peri-Urban Jabodetabek” , dapat disimak pada tulisan Fabianus Hiapianto Kusumadinata. Keterlibatan pihak formal dan informal menjadi hal penting dalam kajian ini, karena menunjukkan bagaimana kontinuinitas praktik budaya pada satu masyarakat dapat terjadi dengan baik.
Selain kajian tentang seni budaya masa silam dalam konteks perubahan sosial, edisi ini juga memuat tulisan tentang perkembangan seni era kekinian, yaitu “Analisis Minat Belajar Mahasiswa Melalui Perkembangan Fashion dan Revolusi Industri 4.0 dalam Mata Kuliah Teknik Menjahit Mahasiswa Desain Produk FSR IKJ 2018/2019”, Retno Andri Pamudyarini, serta “Eksplorasi Kayu Strip Menggunakan Teknik Laminasi dan Bending”, oeh Zamilia dan Ista Rizki. Peran individu dalam hal ini perupa, juga sangat penting dalam memaknai perubahan, yang terlihat pada artikel “Membaca Seni Semsar Siahaan sebagai Seni Rupa Pembebasan”, Feri Agustian Sukarno. Sebagai perupa yang hidup dan berkarya di era Orde Baru, berbagai gejolak sosial politik mempengaruhi ideologi Semsar dalam berkarya.
Melalui beberapa kajian pada edisi ini kita dapat memahami bagaimana perubahan sosial menjadi bagian penting dalam penciptaan karya seni, dengan spirit zaman yang berbeda dari satu periode ke periode lainnya. Terdapat pasang surut kebijakan dan kepentingan dalam mengkaji perkembangan seni rupa sejak masa Kolonial, Pascakolonial hingga Revolusi Industri 4.0, dimana peristiwa seni budaya yang terjadi tak lepas dari peran dan tokoh baik seniman, institusi budaya, media, komunitas seni, dan masyarakat itu sendiri. Melalui karya-karya seni yang diciptakan terdapat nilai-nilai edukasi, estetis dan historis, yang sangat berharga dalam membangun peradaban yang lebih baik dan berkualitas di masa mendatang.