Estetika Eksistensial Desain Hibrid Ruang Sembahyang Orang Tionghoa Peranakan di Banjar Lampu, Desa Catur, Kintamani

Authors

  • July Hidayat Universitas Pelita Harapan

DOI:

https://doi.org/10.36806/.v4i2.59

Keywords:

estetika eksistensial, hibriditas, representasi, Tionghoa-Bali

Abstract

Orang Tionghoa peranakan di Banjar Lampu memiliki nama, berbahasa, menganut Hindu dan tradisi Bali, bersama-sama dengan kepercayaan Konghucu. Mereka bersembahyang kepada dewa Hindu di sanggah, di ruang sembahyang leluhur Tionghoa dan Dewa KwanKong di kompleks rumah tinggal, pelinggih Kwan Kong di Pura Penyajakan dan Ratu Subandar di Pura Batur. Di Pura Penyajakan, ruang sembahyang Kwankong diijinkan untuk diletakkan pada halaman tengah pura, berbentuk gedong pelinggih dan dikombinasikan dengan elemen desain Tionghoa. Di Pura Batur, pelinggih Subandar (KangChingWei) juga berbentuk hibrid Bali-Tionghoa, tetapi sudah diposisikan di halaman dalam pura yang bernilai lebih sakral. Ketika desain ruang sembahyang Tionghoa peranakan ditinjau dari pendekatan estetika eksistensial, nilai keindahan hibriditas ruang dipahami dari perspektif individual orang Tionghoa sendiri, memperhitungkan sejarah keberadaannya di Desa Catur, untuk membawa esensi keindahan yang terkait dengan makna esensial keberadaan ke permukaan, lepas dari mitos budaya. Hibriditas desain orang Tionghoa di Desa Catur adalah representasi makna eksistensialnya, yaitu 'menjadi Bali'

Published

2021-07-02

How to Cite

Hidayat, J. . (2021). Estetika Eksistensial Desain Hibrid Ruang Sembahyang Orang Tionghoa Peranakan di Banjar Lampu, Desa Catur, Kintamani. JSRW (Jurnal Senirupa Warna), 4(2), 141–155. https://doi.org/10.36806/.v4i2.59